Sutomoatau Bung Tomo adalah pahlawan yang terkenal karena peranannya dalammembangkitkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda melaluitentara NICA dan berakhir dengan peristiwa pertempuran 10 November 1945 yanghingga kini diperingati sebagai Hari Pahlawan. Sutomo pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan, ia
menjadi staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor
pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor Belanda.
Ia
juga pernah bekerja sebagai polisi di kota Praja dan pernah pula menjadi
anggota Sarekat Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor
untuk perusahaan mesin jahit “Singer”.
Pada
usia 12 tahun, Sutomo meninggalkan pendidikannya di MULO karena ia harus
melakukan berbagai pekerjaan untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga. Kemudian
ia menyelesaikan pendidikan HBS melalui korespondensi, namun tidak pernah resmi
lulus. Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Pada
usia 17 tahun, ia berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai
peringkat “Pandu Garuda”.
Sutomo
pernah menjadi seorang jurnalis. Kemudian ia bergabung dengan sejumlah kelompok
politik dan sosial. Ia terpilih pada tahun 1944 menjadi anggota Gerakan Rakyat
Baru. Bulan Oktober dan November 1945, ia berusaha membangkitkan semangat
rakyat pada saat Surabaya diserang oleh tentara NICA dengan seruan-seruan
pembukaannya di dalam siaran-siaran radio yang penuh dengan emosi.
Setelah
kemerdekaan Indonesia, Sutomo pernah aktif dalam politik pada tahun 1950-an.
Namun pada awal tahun 1970-an, ia berbeda pendapat dengan pemerintahan Orde
Baru. Ia berbicara keras terhadap program-program presiden Soeharto sehinga
pada 11 April 1978 ia ditahan oleh pemerintah selama setahun karena
kritik-kritiknya yang keras.
Pada
7 Oktober 1981 ia meninggal dunia di Padang Arafah, ketika sedang menunaikan
ibadah haji. Berbeda dengan tradisi untuk memakamkan para jemaah haji yang
meninggal dalam ziarah ke tanah suci, jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke tanah
air dan dimakamkan bukan di sebuah Taman Makam Pahlawan, melainkan di Tempat
Pemakaman Umum Ngagel di Surabaya.
- 1.Anggota Gerakan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) Lulus Ujian Pandu Kelas I (yang pertama di Jawa Timur dan kedua untuk seluruh Indonesia), di Indonesia waktu itu hanya ada tiga pandu kelas satu.
- 2.Sekretaris Parindra ranting anak cabang di tembok duku, Surabaya sekitar tabun 1937.
- 3.Ketua kelompok sandiwara Pemuda Indonesia raya di Surabaya, mementaskan cerita-cerita perjuangan tahun 1939 sampai balatentara Jepang datang.
- 1.Wartawan free lance pada Harian Soeara Oemoem di Surabaya 1937.
- 2.Wartawan dan penulis pojok harian berbahasa Jawa, Ekspres di Surabaya 1939.
- 3.Redaktur Mingguan Pembela Rakyat, di Surabaya 1938.
- 4. Pembantu koresponden untuk Surabaya, Majalah Poestaka Timoer Jogjakarta, sebelum perang di bawah asuhan almarhum Anjar Asmara.
- 5.Wakil pemimpin redaksi kantor berita pendudukan Jepang Domei bagian Bahasa Indonesia, untuk seluruh Jawa Timur di Surabaya 1942-1945. Dan memberitakan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dalam tulisan bahasa Jawa, bersama wartawan senior Romo Bintarti (untuk menghindari sensor balatentara Jepang).
- 6.Pemimpin Redaksi Kantor Berita Indonesia Antara di Surabaya 1945.
- 1.Ketua umum/pucuk pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) dengan cabangnya di seluruh Indonesia. BPRI mendidik, melatih dan mengirimkan kesatuan-kesatuan bersenjata ke seluruh wilayah tanah air. Setiap malam mengucapkan pidato dari Radio BPRI untuk mengobarkan semangat perjuangan yang selalu di relai oleh RRI di seluruh wilayah Indonesia (1945-1949). Sebagai pimpinan BPRI sejak 12 Oktober 1945 sampai Juni 1947 (sampai dilebur didalam Tentara Nasional Indonesia).
- 2.Anggota Dewan Penasehat Panglima Besar Jenderal Sudirman.
- 3.Ketua Badan Koordinasi Produksi Senjata Seluruh Jawa dan Madura.
- 4.Dilantik oleh Presiden Soekarno sebagai anggota pucuk pimpinan Tentara Nasional Indonesia, bersama Jenderal Sudinnan, Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, Komodor Soerjadarma, Laksamana Nazir dan sebagainya, dengan pangkat Mayor Jenderal TNI AD, dengan tugas koordinator AD, AL, AU di bidang informasi dan perlengkapan perang.
- 5.Anggota Staf Gabungan Angkatan Perang RI.
- 6.Ketua Panitia Angkutan Darat (membawahi bidang kereta api, bis antar kota dan sebagainya, dengan tugas mengkoordinasikan semua alat angkutan darat di wilayah RI) dan bertanggung jawab langsung kepada Panglima Besar TNI.
- 7.Membuat siaran pengumuman panggilan masuk kemiliteran RI yang pertama.
Pasca
Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, rakyat dan para pejuang Indonesia
berupaya melucuti senjata para tentara Jepang, sebelum mereka dilucuti tentara
Sekutu. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal
15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di
Surabaya pada 25 Oktober. Berkedok melucuti tentara Jepang, tentara Inggris
didatangkan ke Indonesia atas nama Sekutu, dengan membawa misi mengembalikan
Indonesia kepada pemerintah Belanda sebagai jajahannya. NICA (Netherlands
Indies Civil Administration) pun membonceng.
Itulah
yang meledakkan kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana, sehingga pecahlah
insiden Bendera 19 September 1945 di Hotel Yamato atau Hotel Orange (sekarang
Hotel Mandarin Oriental Majapahit) Surabaya. Rakyat Surabaya marah dengan
adanya bendera merah putih biru milik Belanda berkibar di atas menara hotel.
Dan terjadilah aksi perobekan bendera warna biru, hingga menjadi merah dan
putih.
Beberapa
orang pemuda berhasil mendekati dan memanjat dinding serta puncak menara Hotel,
berhasil menurunkan bendera Belanda dan menyobek bagian birunya serta menaikkan
kembali bendera Merah-Putih dengan ukuran yang tidak seimbang dengan diiringi
takbir dan pekikan “Merdeka!” yang disambut dengan gempita oleh massa yang
berkerumun di di depan Hotel Orange.
Tidak
gratis, dalam insiden penyobekan bendera Belanda di Hotel Orange tersebut
dibayar mahal dengan gugurnya empat pemuda Arek Suroboyo, yaitu: Cak Sidik,
Mulyadi, Hariono dan Mulyono. Sedangkan dari pihak Belanda, Mr Ploegman tewas
terbunuh oleh amukan massa ditusuk senjata tajam.
Insiden
di jalan Tunjungan Surabaya ini menyulut bentrokan-bentrokan bersenjata antara
pasukan Inggris dengan para pejuang di Surabaya, yang memuncak dengan tewasnya
Brigadir Jenderal AWS Mallaby (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada
30 Oktober 1945.
Rongsokan
mobil yang ditumpangi Brigjen Mallaby yang mengalami ledakan. Ia kemudian
ditemukan tewas. Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya
(Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan ultimatum bahwa semua pimpinan dan orang
Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di
tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas.
Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Para
pejuang tak bergeming, ultimatum tersebut ditolak mentah-mentah. Pidato-pidato
heroik Bung Tomo (Soetomo) adalah salah satu biangnya. Melalui stasiun Radio
Pemberontak Indonesia di Surabaya, Bung Tomo mengomando dan mengobarkan
semangat jihad dan perjuangan rakyat.
Ketika
pasukan Sekutu menggunakan radio komunikasi militer mutakhir untuk
mengkoordinir prajuritnya, Bung Tomo hanya menggunakan pemancar radio biasa,
dengan kode-kode tertentu, seperti “belok kiri” artinya belok kanan, “maju”
artinya mundur, dsb., yang hanya dimengerti oleh para pendengar setianya.
Sehari-hari,
biasanya, pendengar radio dihibur dengan lagu-lagu perjuangan dan cerita
rakyat. Sekonyong-konyong, 9 November 1945 mereka dikejutkan pekik, Takbir dan
slogan ”Merdeka Atau Mati” dari Bung Tomo.
Agitator
itu, seorang jurnalis yang gigih menyemangati warga Surabaya mengusir Sekutu.
45.000 pejuang kita tersentak bangkit. Waktu itu, Surabaya dipimpin oleh
Gubernur Suryo. Bondo nekad, rakyat Surabaya memilih berjuang hingga titik
darah penghabisan.
Tentara
Sekutu pun menepati ultimatumnya. Pada 10 November 1945 pagi, tentara Inggris
mulai melancarkan serangan besar-besaran dan dahsyat sekali, dengan mengerahkan
sekitar 30.000 serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang.
Berbagai
bagian kota Surabaya dihujani bom dari udara oleh pasukan Barat, karena mereka
menolak menyerahkan senjata. Arek-arek Suroboyo ditembaki secara membabi-buta
dengan meriam dari laut dan darat. Dua kuintal bom dijatuhkan pasukan Sekutu.
Drum bensin meledak. Jam 6.10, Surabaya menjadi lautan api.
Tentara
Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan
dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap,
termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang
cukup banyak.
Namun
di luar dugaan, ternyata perlawanan itu bisa bertahan lama, berlangsung dari
hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada
awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin
teratur. Pertempuran besar-besaran ini memakan waktu sampai sebulan.
Ribuan
penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan lebih banyak lagi yang
luka-luka. Pemandangan tanggal 30 November 1945, sepanjang mata memandang,
bergelimpangan mayat terbujur kaku, hangus, serpihan daging dari 30.000 orang.
Para pejuang rela setor nyawa berjibaku mempertahankan kehormatan tanah airnya,
Surabaya.
Peristiwa
berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di
seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.
Peristiwa
10 November 1945 yang dikenal sebagai “Battle of Surabaya” merupakan peristiwa
sejarah perang antara Indonesia melawan Sekutu yakni Inggris dan Belanda.
Dahsyatnya perjuangan para pahlawan berani mati melawan penjajah inilah yang
kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan. Dan sebagai motivator jihad
mengorbankan jiwa raga ini, Bung Tomo ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada
10 November 2008.
GelarPahlawan Nasional
Setelah pemerintah didesak oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Fraksi Partai Golkar (FPG) agar memberikan gelar pahlawan kepada Bung tomo pada 9 November 2007. Akhirnya gelar pahlawan nasional diberikan ke Bung Tomo bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta.
Setelah pemerintah didesak oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Fraksi Partai Golkar (FPG) agar memberikan gelar pahlawan kepada Bung tomo pada 9 November 2007. Akhirnya gelar pahlawan nasional diberikan ke Bung Tomo bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta.
SUMBER: https://barifbrave.wordpress.com/2012/03/17/biografi-bung-tomo/
[Dinukil
dari berbagai sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar